Blog tentang cerita dongeng anak-anak, cerita pendek (cerpen) remaja - dewasa, dan penulis cerita terkemuka di dunia.

Rabu, 12 Agustus 2020

Pengantin Kematian

“Hei, gimana Joe? Kita jadi pergi kan?” tanyaku kepada Joe.

“Pastilah!” jawabnya singkat.

“Sudah hubungi Antok?”

“Ya. Katanya, dia sebentar lagi. Tadi pas ai telpon, dia masih dalam perjalanan kemari.”

Selang 10 menit kemudian, Antok datang dengan wajah penuh peluh, sepertinya dia panik. Sambil berlari-lari …

“Wah gawat nih!!” Ujar Antok.

“Gawat? Kenapa?” Gue bingung mendengar omongannya.

“Iya, pokoknya gawat!”

“You kalo ngomong yang bener dong, Tok!” Joe bingung mendengarnya.

“Gue tadi nabrak sesuatu. Pas gue turun nyari tuh yang ketabrak tadi, eh… enggak ada!!” Ujar Antok meyakinkan.

“Apa?! Elo nabrak orang, terus orang itu enggak ada? Maksud elo apa sih?” Tanyaku penasaran.

“Jangan main-main deh elo, Tok!”

“Enggak!! Gue enggak bohong!! Beneran deh berani sumpah!”

“Ntok elo enggak usah main-main donk!! Kalo elo nabrak orang elo ngapain ke sini!! Bikin masalah aja!!” Ujar gue sewot –sembari hampir memaki Antok kalo enggak ketahan perasan gue yang emang sabar banget.

“Sekarang kita ke sana lagi aja! Siapa tahu kita nemuin tuh orang masih idup!! Ntok elo masih inget khan lokasinya?”

Tetapi, ketika semuanya udah serius bin tegangan tinggi. Antok malah ketawa cekikikan … Hihihihi …. Hahahaha …. Sambil memegangi perutnya, ia jatuh ke kasur, tak kuat menahan tawanya sendiri. Gue dan Joe jadi bingung dibuatnya, kemudian saling memandang, tak mengerti dengan apa yang dimaksud Antok.

“Tampang elo berdua tuh culun banget … ternyata gampang yah bohongi elo berdua!”

“Bohong?! Ah, sue lo!” Ujar kami berdua.

“Hahaha … yang gue tabrak tuh angin!! Oh, iyah sekarang udah waktunya kita cabut nih!” Kami pun berangkat menuju . Dan ikut acara tersebut dengan sukses. Tetapi, tiba-tiba di tengah perjalanan pulang ada sesuatu yang terjadi. Kami melihat –waktu itu- seorang cewek muda yang mencegat mobil kami. “Mas bisa anterin sampe di depan?” Ujar cewek tersebut.

Terus terang aja kami yang berjiwa muda ini, langsung mengiyakan pinta perempuan muda itu, apalagi gue lihat sekilas tuh cewek cantik. Dan naiklah ia ke mobil, duduk di sebelah Antok yang sedang menyupir.

“Mbaknya Kok sendirian aja malam-malam gini?” Tanya Antok membuka pembicaraan –Antok memang paling cepet kalo udah soal cewek.

“Ah, udah biasa kok mas!” Jawab cewek itu.

“Udah biasa?” Tanya Joe kemudian.

“Maksud saya, saya biasa pulang sendirian malam-malam gini karena saya kerja di sekitar sini.”

“Emangnya enggak dianterin pacarnya?” Ujar Antok.

“Dulu!”

“Berarti sekarang lagi enggak ada donk?” Ujar Antok lagi.

Cewek itu menggeleng … “Berarti bisa masuk donk!” Antok berujar lagi. Dan cewek itu tersenyum, saat kulihat sekilas senyumnya manis sekali, tetapi ada yang aneh dengan wajahnya, ia begitu menyedihkan dan juga menyeramkan –kalo enggak salah.

“Mulai deh!!” Ujar Joe meminta dukungan padaku dengan mengerlingkan matanya padaku.

“Mas, berhenti sampe sini aja! Rumah saya di sana! Jadi saya jalan kaki aja dari sini sampe rumah nanti!”

“Eh, saya anterin aja sampe rumah kamu!”

 “Enggak usah, mas! Makasih mas.” Lalu cewek itu berjalan tinggalkan kami. Dan kami pun meneruskan perjalanan kami.

“Aduh!!” Antok kemudian membalikkan arah laju mobil, menuju ke tempat cewek itu lagi.

“Eh,” gue terkejut atas reaksi tersebut, “Lho mau kemana lagi kita, Tok?”

“Mau nanya nama cewek itu!! Gue belum tanya siapa namanya!”

 “Gila apa lo ya?! Ini udah jam berapa?” Joe ikut bereaksi pula.

 “Ngapain ke sana?!!” Ujar gue.

“Udah diem dasar cerewet!!”

“Ntok …” belum kata-kata itu berlanjut Antok memotong pembicaran itu.

“Udah kalian pulang aja sendiri, biar gue aja yang maranin tuh cewek!” Dan kami berdua diturunin dari mobil. “Sorry gue enggak bisa nganter elo sampe di rumah!! Lagian emang udah deket rumah khan?” kemudian Antok beserta mobilnya bablas dari pandangan kami, menghilang sampe batas titik terjauh mata kami.

Gue dan Joe hanya bisa saling tatap. “Kenapa tuh orang?” Ujar gue.

“Entahlah!” Dan malam itu kami berjalan. Gue melihat arlojiku, waktu menunjukkan pukul 01.00 dini hari selasa kliwon.

“Halo, nak Reza!”

“Iyah! Ada apa yah pak?” Gue tahu kalo yang berbicara di seberang sana adalah ayahnya Antok.

“Apa Antok nginep di sana?”

“Antok?! Lho emangnya belum pulang?”

“Saya kira malah nginep di tempatnya nak Reza! Kemaren khan pergi sama nak Reza.”

“Enggak dia enggak ada! Kemaren kami pulangnya terpisah. Yah, udah bapak tenang aja, nanti saya telpon temen-temen dulu barangkali mereka tahu  di mana Antok berada.”

“Oh, iya, kalo gitu makasih yah!” Dan telpon pun ditutup.

Gue segera menelpon Joe. “Joe gawat! Antok belum pulang!”

“Apa? Belum pulang? Lo yang bener?”

“Beneran! Tadi bapaknya telpon kemari malahan. Elo cepet kesini dah!” 

Dikamar gue yang pengap …

“Kira-kira kemana tuh anak pergi?” Tanya gue.

“Jangan-jangan! Pas malem-malem itu sampe sekarang dia belum balik lagi?!”

“Heeh …..” Tiba-tiba angin bertiup kencang ... Wushhhhhhhhhhhhhh … dan pada tembok kamar gue  muncul sebuah tulisan –berwarna merah darah. Bunyinya: PENGANTIN KEMATIAN, JANGAN GANGGU KAMI. Betapa terkejutnya kami berdua. Hal ini kemudian segera kami ceritakan pada orangtua Antok, untuk segera mengambil tindakan dan buat kami sendiri untuk berjaga-jaga. Bapak Kyai pun diundang, namanya: Pak Koencoro Hayadiningrat.

“Gimana ini, pak!” Terdengar nada cemas Ibu Wid –ibunya Antok.

“Sudah ibu tenang saja,” sahutnya.

“Iya, ibu masalah ini biar kami dan bapak yang tangani. Ibu berdoa saja, supaya kami berhasil mendapatkan Antok kembali.”

Pak Koencoro pun angkat bicara, “bisa tolong sediakan segala sesuatu yang saya butuhkan!” Semua menyanggupinya. Dan Pak Koencoro pun melakukan meditasi di ruangan yang terpisah. Tanpa diduga oleh siapapun, angin berhembus sangat kencang. Jendela, pintu terbuka lebar –padahal tadi sudah dikunci rapat-rapat, dan korden-korden beterbangan dan kemudian jatuh. Kami semua –aku, Joe, Bapaknya Antok, dan Ibunya Antok- berdiri, bulu kuduk masing-masing menjadi tegang. Suasana menjadi demikian tegangnya, dan tak lama sesudah itu terdengar suara tawa memekik keras … Hihiiihihihihi …..hihihihihihih….. hiiihihihhihihih ….

“Apa itu, pak?” Tanya Ibu Wid. Dan muncullah sesosok makhluk perempuan –mata dan mukanya meleleh. Ia melayang-layang kemudian tertawa memekik … hihihihihihi…..hihihihii…hihiiihih.

“Hei kau! Para manusia, apa yang sedang kau lakukan, hah?” Ujar makhluk itu.

“Hei, kembalikan anakku!!” Teriak Bapak Wid.

Hahahahah….hahahahah….hahahahah….makhluk itu tertawa. “Jangan ganggu kami, sekarang kami bahagia. Lagipula anakmu sendiri yang menghampiriku. Kami sekarang adalah pengantin kematian yang bahagia,” Hahahahhahaha ….hahahhaha…hahahahah….

Gue dan Joe hanya bisa menatap kejadian ini tanpa bisa berbuat apa-apa. Pak Koencoro tiba-tiba saja melompat  menangkap makhluk tersebut. “Janaham!” Suara Pak Koencoro, “Hei! cepat bantu saya, mengingkatkan tali ini pada dirinya. Dia hanya bisa dikalahkan, jika dia diikat dengan sebuah tali yang telah dilumuri dengan ramuan khusus. Cepat!!!” Gue dan Joe yang tadi hanya bisa menatap, segera mengambl tindakan. Tapi, belum sempat gue menangkap tubuh makhluk itu, testikelnya mengenai selangkangan gue. Aoooo… melihat kejadian ini Pak Wid mengambil alih tugas gue, untuk menangkapnya dari sebelah kiri.

Makhluk tersebut berteriak keras sekali, telinga gue –mungkin juga telinga yang lainnya, menjadi sakit karenanya. Ia menjadi murka –persis seperti manusia super saiya, ia melemparkan kami semua, dan kami semua mencium tembok. Sungguh ini sangat sakit. “Joe,” ujar gue pada Joe. Dia melihat gue, dan segera ia tanggap maksud gue. Kami berdua maju bersama menyerang. Hiaa…

“Lempari dia dengan ini!!” Seru pak Koencoro melempari sebungkus kacang ijo. Maka, gue lemparin makhluk itu dengan kacang ijo-kacang ijo itu. Dan ia menyeringai kesakitan, tapi tampaknya belum menunjukkan kata-kata kekalahan. Kemudian ketika makhluk itu masih menyeringai kesakitan, pak Koencoro menusuk makhluk itu dengan bambu kuning. Dan akhirnya, ia terbakar …terbakar….terbakar….hangus. Lalu lenyap dari pandangan kami.

Tok..tok…tok…suara itu mengejutkan kami. “Siapa ya?” Tanya Ibu Wid.

“Ini Antok!” Jawaban dari luar sana.

“Antok…” Seru Ibu Wid. Dibukalah pintu depan, dan ternyata memang benar, itu adalah Antok. Dan seperti biasa terjadi adegan yang kurasa sebagai adegan drama….hehehe…heheheh. Dipeluknya Antok oleh kedua orang tuanya, bak orang yang habis pergi dari perantauan. Kami yang menonton pun jadi terharu. “Coba itu gue ya!” Ujar Joe.

“Yee… elo mau diculik tuh makhluk.”

“Ogah sih! Hahaha…”

Kemudian pak Koencoro bercerita pada kami, ternyata daerah sana memang sarangnya. Dan untuk itulah kejadian hari ini harus menjadi pelajaran bagi semua, jangan terlalu gampang tergoda.

[Khatam]

0 $type={blogger}:

Posting Komentar